Sejarah Azan Dikumandangkan
Seiring dengan berlalunya waktu, para pemeluk agama Islam yang semula sedikit, bukannya semakin kurang jumlahnya. Betapa hebatnya perjuangan yang harus dihadapi untuk menegakkan syiar agama ini tidak membuatnya musnah. Kebenaran memang tidak dapat dmusnahkan. Semakin hari semakin bertambah ramai orang-orang yang menjadi penganutnya.
Demikian pula dengan penduduk di kota Madinah, yang merupakan salah satu pusat penyebaran agama Islam pada masa awalnya. Bilangan umat islam telah bertambah dan tersebar luas. Ketika orang-orang Islam masih sedikit jumlahnya, tidaklah sulit bagi mereka untuk berkumpul bersama-sama untuk menunaikan solat berjama’ah. Kini, hal itu tidak mudah lagi mengingatkan setiap penduduk untuk mendirikan solat lantaran kesibukan tugas seharian. Kesibukan yang tinggi pada setiap orang tentu mempunyai potensi terhadap kealpaan ataupun kelalaian untuk menunaikan solat pada waktunya. Dan tentunya, kalau hal ini terjadi dan kemudian terus-menerus berulang, maka boleh difikirkan bagaimana jadinya para pemeluk Islam. Ini adalah satu persoalan yang cukup berat yang perlu segera dicarikan jalan keluarnya.
Pada masa itu, memang belum ada cara yang tepat untuk memanggil orang bersolat. Orang-orang biasanya berkumpul di masjid masing-masing menurut waktu dan kesempatan yang dimilikinya. Bila sudah banyak terkumpul orang, barulah solat jama`ah didirikan.
Atas keperluan pemikiran di atas, maka timbul keperluan untuk mencari suatu cara yang dapat digunakan sebagai alat untuk mengingatkan dan memanggil orang-orang untuk mendirikan solat tepat pada waktunya. Ada banyak pemikiran yang diusulkan. Ada sahabat yang menyarankan bila waktu solat tiba, maka segera dinyalakan api pada tempat yang tinggi dimana orang-orang boleh dengan mudah melihat ketempat itu, atau setidak-tidaknya asapnya boleh dilihat orang walaupun ia berada ditempat yang jauh. Ada yang menyarankan untuk membunyikan loceng. Ada juga yang mengusulkan untuk meniup tanduk kambing. Pendeknya ada banyak saranan yang timbul.
Cadangan diatas memang cukup representatif. Tapi ramai sahabat yang kurang setuju bahkan ada yang terang-terangan menolaknya. Alasannya sederhana saja : itu adalah cara-cara lama yang biasanya telah dipraktikkan oleh kaum Yahudi. Rupanya ramai sahabat yang khuatir imej yang timbul bila cara-cara dari kaum kafir digunakan. Maka disepakatilah untuk mencari cara-cara lain.
Lantas, ada usul dari Umar r.a jikalau ditunjuk seseorang yang bertindak sebagai pemanggil kaum Muslim untuk solat pada setiap masuknya waktu solat. Cadangan ini agaknya boleh diterima oleh semua orang, Rasulullah SAW juga menyetujuinya. Sekarang yang menjadi persoalan bagaimana itu dapat dilakukan ? Abu Dawud mengisahkan bahwa Abdullah bin Zaid r.a meriwayatkan sbb : “Ketika cara memanggil kaum muslimin untuk mendirikan solat dimusyawarahkan, suatu malam dalam tidurku aku bermimpi. Aku melihat ada seseorang sedang memegang sebuah loceng. Aku dekati orang itu dan bertanya kepadanya apakah ia ada maksud hendak menjual loceng itu. Jika memang begitu aku memintanya untuk menjual kepadaku saja.
Orang tersebut malah bertanya,” Untuk apa ? Aku menjawabnya,”Bahwa dengan membunyikan loceng itu, kami dapat memanggil kaum muslim untuk menunaikan solat.”
Orang itu berkata lagi, “Maukah kau kuajari cara yang lebih baik ?”
Dan aku menjawab “Ya !” Lalu dia berkata lagi, dan kali ini dengan suara yang amat lantang ,” Allahu Akbar,…Allahu Akbar…..”
Keesokannya aku bangun, aku menemui Rasulullah SAW dan menceritakan perihal mimpi itu kepada beliau. Dan beliau berkata, “Itu mimpi yang sebetulnya nyata. Berdirilah di samping Bilal dan ajarilah dia bagaimana mengucapkan kalimat itu. Dia harus mengumandangkan azan seperti itu dan dia memiliki suara yang amat lantang.” Lalu akupun melakukan hal itu bersama Bilal.”
Rupanya, mimpi serupa dialami pula oleh Umar r.a, ia juga menceritakannya kepada Rasulullah SAW . Nabi SAW bersyukur kepada Allah SWT atas semua ini.
( Riwayat : Anas r.a; Abu Dawud; Al Bukhari )
Tiada ulasan:
Catat Ulasan